Selasa, 24 Desember 2013

Arogansi Sang Bupati; Catatan Untuk Kepala Daerah Lainnya


Entah apa yang ada di kepala Bupati Ngada, Marianu Sae, ketika melakukan pemblokiran Bandara Torerelo Soa, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mungkin ia ingin menunjukkan kalau dia berkuasa. Sehingga ketika keinginannya tak diindahkan oleh salah satu maskapai penerbangan untuk mendapatkan tiket, ia memerintahkan Satpol PP untuk memblokir bandara.
Namun apa yang dilakukan Marianu tentu keterlaluan. Pemblokiran yang ia lakukan tentu akan berakibat terancamnya keselamatan penerbangan. Saya tak habis pikir.
Memang, Marianu punya alasan untuk melakukannya. Menurutnya, pihak penerbangan semestinya memberikan fasilitas kepada daerah yang telah memberikan keuntungan. Namun tidakkah disadari oleh marianu bahwa apa yang ia lakukan jauh dari kesan karakter kepemimpinan? Bahkan apa yang ia lakukan merupakan bentuk premanisme –memaksakan kehendak dengan kekerasan ketika menginginkan sesuatu.
Selain itu, Marianu juga beralasan bahwa kedatangannya sangat penting untuk Kabupaten Ngada. Namun lagi-lagi, bukankah yang ia lakukan bisa mengancam keselamatan nyawa orang lain?
Dalam politik, memang ada adagium populer yang kebenarannya bisa mendekati sahih. Power tend to corrupt, and absolute power corrupt absolutely atau seseorang yang memegang kekuasaan, ia memiliki kecenderungan untuk melakukan penyelwengan. Dan barang siapa yang memiliki kekuasaan mutlak, maka pasti ia akana menyalahgunakan kekuasaannya.
Sepertinya, Marianu termasuk didalamnya. Dengan kekuasaan besarnya di Kabupaten Ngada, ia bisa melakukan apa saja, termasuk melakukan aksi premanisme memblokir bandara.
Mungkin Marianu tak menyadari bahwa kini zaman sudah berubah. Bukan eranya lagi kekuasaan dikelola dengan aksi koboi ala Orde Baru. Semua bisa diselesaikan dengan kekerasan. Yang ia tuai saat ini adalah kecaman hebat dari berbagai kalangan.
Yang perlu disadari oleh pejabat politik saat ini, zaman sudah terbuka. Dengan periode kebebasan pers saat ini, tak aakan ada satupun pejabat politik yang lepas dari pengawasan. Tak ada lagi kepala daerah yang bisa mengeluarkan kebijakan tanpa ada pengecekan dari publik.
Marianu hendaknya belajar. Pun demikian halnya dengan kepada daerah yang lain. Era kebebasan pers, semestinya dijadikan bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja dengan jiwa kenegarawanan, bukan dengan aksi arogan bak preman pasar yang menyebabkan hancurnya dirinya sendiri.
Saatnya kita semua berkaca dan merenung, bahwa aksi premanisme dan koboisme hanya akan semakin menenggelamkan praktik bernegara yang baik.
Oleh :@bungarynugraha 
HmI Cabang Pekanbaru-Nya Amanah Konfercab XXXI