Senin, 16 Desember 2013

Beda Ibu Negara, Negara Ibu dan Negara Ibu-ibu


Bila kita membahas ibu negara, maka terbayang adalah istri-istri orang nomor satu di sebuah negara. Dia bisa istri presiden/perdana mentri atau malah istri raja.
Permasalahan terbesar adalah kalau istri si presiden/raja tidak cuma satu, tetapi ada beberapa. Siapakah yang dipercaya sebagai ibu negara? Yang ‘tertua’?Bergantian tergantung kebutuhan urusannya?
Misalnya kalau hanya urusan gunting pita tokh, tanpa kata sambutan dipercayakan ibu negara A, sementara kalau mesti memberi kuliah tamu di sebuah universitas ternama si pemimpin mengirim ibu negara yang rada intelektual, misalnya pentolan ‘miss-miss-an’ negara tersebut?
Latar belakang ibu negara ini pun sangat menentukan berlangsungnya sebuah negara. Kalau dia berlatar belakang orang birokrasi nan terstruktur, maka negara tersebut pasti akan ikut berkembang secara berstruktur dan tertata rapi, tetapi kalau ibu negaranya yang senangnya arisan melulu, maka negara pun akan terpengaruh dikelola secara arisan keluarga.
Masa menjabat juga menentukan, kalau kepala negara yang hanya dibatasi 5-10 tahun, maka si ibu negara biasanya harus ‘bergerak cepat’ membangun jaringan dan memanfaatkan segala peluang dalam waktu relatif singkat, namun jika ibu negara tersebut berlaku seumur hidup, maka biasanya kesannya lebih ’slow’ dalam memanfaatkan peluang-peluang usaha/kegiatan sosial selama si raja menjabat.
Yang susah adalah naluri ‘ibu-ibu’ selalu ingin mengurusi apa yang tidak beres di rumah. Dan kalau negara sudah dianggap si ibu rumahnya, maka dia pun akan turut aktif mengurusinya sana-sini, bahkan terkadang tanpa koordinasi dulu dengan suaminya yang kepala negara.
Jadi jangan heran kalau ada ‘kerjaan’ besar diurusin oleh si ibu negara dan teman-temannya yang suaminya sendiri tidak tahu menahu.
Bila kita membahas negara ibu, ini kalau si anak punya ibu warga negara asing.
Kenapa harus mereka tahu dimanakah negara ibu? Sebab mungkin saja si ibu tidak mau jadi warga negara suaminya karena bisa saja suatu saat nanti mereka cerai, atau si ibu masih cinta keluarganya di negeri asal dan ingin dikuburkan di sana.
Apalagi kalau Negara ibu sebuah negara yang makmur, sementara negara si ayah terancam bangkrut, bisa-bisa si anak diajak kembali ke negara ibunya saja daripada tenggelam di negara asal ayahnya.
Nah, terakhir, apa itu negara ibu-ibu?
Ini adalah bentuk negara yang walaupun kepala negaranya laki-laki, semua mentri, dewan, hakim dan pegawai tinggi didominasi laki-laki, tetapi arah pembangunan ekonomi, sosial, hukum apalagi politiknya tergantung dengan suasana hati ibu-ibu.
Misalnya ada koruptor tertangkap, tetapi dia terkenal sayang istri, santun dengan wanita maka ibu-ibu di negara itu akan meminta hukumannya diringankan.
Beda kalau seorang koruptor terkenal tukang main perempuan dan suka melecehkan wanita, maka akan banyak demonstrasi supaya si koruptor ini dihukum berat.
Program-program yang tidak pro wanita juga akan ditentang dan kurang populer, tetapi program kerja yang sangat memanjakan wanita akan didukung.
Kalau sudah seperti ini maka benar apa yang sudah disampaikan oleh pujangga lama:
Namun ada kala pria tak berdaya
Tekuk lutut di sudut kening…wanita…
@bungarynugraha