Senin, 08 Juli 2013

Urgensi Pemilih Cerdas Dalam Pilkada Riau


Urgensi Pemilih Cerdas dalam Pilkada Riau
Oleh : Ary Nugraha *
Keberadaan pilkada secaa langsung sejak ditetapkannya Undang-Undang  32 tahun 2004 dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 merupakan indikator pelaksanaan demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam perspektif otonomi daerah. Karenanya, sudah seharusnya Pilkada dilaksanakan dengan penuh sportivitas, transparansi, dan mengedepankan prinsip “luberjudil” (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil)
Ditetapkannya 5 pasangan calon Gubernur Riau & wakil Gubenur Riau pada tanggal 1 Juli 2013 yang lalu secara sah genderang persaingan antar kandidat Pilkada Provinsi Riau telah dimulai. Artinya setiap pelanggaran ataupun kecurangan kandidat sudah dapat diberkan sanksi. Hajatan 5 tahunan ini tentunya memegang peranan penting untuk menentukan masa depan kesejahteraan Masyarakat Riau. Para kandidat Gubernur & wakil gubernur nantinya sebelum dipilih oleh masyarakat Riau tentu akan melewati proses tahapan kampanye. Dimana masing-masing kandidat akan bersaing dalam meyakinkan masyarakat Riau bahwa “saya-lah” (baca: kandidat) yang terbaik untuk masa depan kepemimpinan Riau.
Keberhasilan pelaksanaan pemilu salah satunya ditentukan oleh faktor “kecerdasan politik” para pemilih. Keberadaan pemilih-pemilih yang cerdas tentu saja akan menghasilkan pilihan yang lebih kredibel karena setiap suara yang diberikannya didasari dengan pertimbangan matang, tidak asal pilih. Seorang pemilih yang cerdas harus bersikap kritis dan bijaksana dalam menilai calonnya serta tidak mudah terprovokasi oleh arus politik di lingkungannya. Dengan kata lain, pemilih yang cerdas dapat menilai dan memilih secara objektif berdasarkan kapasitas kandidat yang diketahuinya.
Perilaku Pemilih
Bagaimana menjadi pemilih yang cerdas? Sebelum menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita membuat pemetaan kecil tentang perilaku pemilih dalam menentukan pilihan atas seorang kandidat. Dalam ilmu politik, perilaku pemilih (political behaviour) ini memang menjadi wilayah studi tersendiri. Secara garis besar perilaku pemilih, dalam konteks Pilkada Riau, dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori: pertama, penentuan pilihan karena kasamaan ideologi dengan kandidat. Namun, dalam kehidupan Indonesia sekarang dengan politik aliran semakin cair, ideologi agaknya tidak lagi menjadi faktor determinan, di samping untuk mencari garis persamaan ideologis sekarang ini juga bukan hal mudah karena arus pragmatisme politik yang demikian kuat.
Kedua, pilihan didasarkan pada afiliasi partai politik. Kandidat yang didukung partai politik pilihannya, kepada dialah pilihan dijatuhkan. Pemilih yang berperilaku seperti ini agaknya lebih banyak, sehingga para kandidat berupaya sekuat tenaga untuk memperoleh dukungan partai politik sebanyak mungkin.
Ketiga, pilihan karena kesamaan etnisitas dan pemetaan daerah. Banyak yang mengasumsikan, etnisitas akan turut menentukan pilihan politik seseorang, sehingga salah satu kandidat Pilkada Riau menjadikan isu etnisitas (seperti orang melayu, Minang, jawa, Batak) serta isu seperti Riau Pesisir (Dumai, Bengkalis), Riau daratan, Indragiri (Inhil, Inhu, Kuansing), berdasarkan latar belakang masing-masing kandidat yang dijadikan sebagai penarik suara.
Keempat, pilihan didasarkan pada pragmatisme politik. Pragmatisme ini bisa muncul karena banyak hal, seperti politik uang, kedekatan dengan kandidat, dan sebagainya. Politik uang dalam berbagai bentuk manifestasinya, mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membentuk pragmatisme politik. Politik uang sebagai bentuk pragmatisme politik tidak selalu dalam arti pemberian sejumlah uang kepada pemilih, tapi bisa dalam bentuk-bentuk yang agak soft agar tidak dikesankan "membeli" suara. Penulis menduga, pemilih dalam Pilkada Riau banyak yang menempuh cara ini untuk menentukan pilihan.
Kelima, pilihan karena program dan integritas kandidat. Pemilih yang rasional biasanya melihat sisi ini. Tapi penulis menduga kuat, tidak banyak pemilih yang menggunakan hal ini sebagai pertimbangan utama untuk menentukan pilihan.
Memang dimungkinkan, pilihan ditentukan juga karena kombinasi dan perpaduan dari beberapa unsur diatas, namun pemilih yang cerdas seharusnya didasarkan pada rekam jejak kandidat, integritas, keahlian, dan program yang ditawarkan. Pesimisme masa depan dan janji kampanye yang sekedar isapan jempol akhirnya mendorong pemilih menjadi pragmatis. Belum lagi adanya anggapan, siapa pun yang berkuasa tidak akan mampu melakukan perubahan signifikan.
tantangan lain yang akan dihadapi dalam hajatan pilkada Riau nanti adalah keberadaan pemilih pemula yang baru kali petama mengikuti pemilu, serta masyarakat pemilih tradisonal pedesaan) yang memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi secara detail mengenai Latar belakang dan profil para kandidat (temuan survey). Alhasil  pelaksanaan pilkada tidak tertutup kemungkinan para pemilih pemula dan pemilih tradisional ini bersikap asal pilih ataupun golput.
Pemilih Cerdas Solusi Cerdas Untuk Riau
Untuk menghindari kegagalan pelaksanaan Pilkada Riau maka diperlukan membuka pikiran masyarakat Riau dari kota sampai kepelosok-pelosok desa agar menjadi cerdas. Maksudnya ialah Memilih Gubernur & wakil Gubernur mesti berdasrkan pertimbangan yang rasional yakni murni penilaian berdasarkan Integritas & Program yang berbasis kesejahteraan rakyat. Kondisi tersebut terjadi apabila pemilihnya cerdas, Maka diperlukan sebuah gerakan massif yang mampu merekonstruksi pikirian masyarkat menjadi pemilih- pemilih cerdas & konsisten.
pemilih cerdas tidak akan mudah tergiur dengan iming-iming imbalan materi (praktek money politic) dan secara tegas menolak sikap golput. Dua hal ini memang telah menjadi “racun” demokrasi di Indonesia meski kasus-kasusnya seringkali lepas dari jerat hukum. Pelaksanaan Pilkada Riau yang bersih dari golput maupun money politics akan menunjukkan kredibilitas serta kualitas pesta demokrasi tersebut.
Untuk mengantisipasi hal ini, aktivitas kampanye hendaknya dimanfaatkan secara optimal untuk memberikan informasi terkait profil, latar belakang, curriculum vitae, dan pemaparan visi misi para kandidat. Informasi-informasi tersebut hendaknya tercantum dalam media-media yang dipakai sebagai sarana kampanye. Langkah ini sangat penting dilakukan agar para pemilih pemula memiliki gambaran mengenai calon yang akan dipilihnya. Selain itu, secara tidak langsung upaya ini akan mendidik para pemilih pemula serta masyarakat pemilih tradisonal untuk menjadi pemilih cerdas yang memilih dengan kritis dan penuh pertimbangan.
Pilkada Riau harus menjadi pesta demokrasi yang berkualitas dan bisa memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Ini menjadi tanggung jawab semua elemen, baik itu KPU, Bawaslu, Panwaslu, elit politik, pasangan calon serta termasuk didalamnya para tim sukses
Untuk itu Mari kita sukseskan Pilkada Provinsi Riau dengan menjadi pemilih cerdas serta mengajak masyarakat pemilih untuk cerdas dalam menentukan siapa yang terbaik untuk kepemimpinan Riau. Sehingga Pilkada 9 september 2013 akan menghasilkan Output kepemimpinan Riau yang amanah dalam mensejahterakan masyarakat Riau benar-benar terjadi. Dengan demikian Riau tidak akan mengulangi sejarah untuk yang ketiga kalinya dimana akhir periode Gubernurrnya terjerat oleh kasus korupsi.
*Penulis Formatur/Ketua Umum HmI Cabang Pekanbaru Periode 2013-2014
(Diterbitkan oleh Haluan Riau)